Setelah lama tak bersua dengan umat dan masyarakat di Desa Jlarem, pertengahan bulan ini LPUBTN KAS melakukan kunjungan. Pada kesempatan tersebut, selain menyapa kembali para sedulur di Desa Jlarem, LPUBTN bersama para warga juga melakukan refleksi program wirabeasiswa sehingga dapat berbagi pengalaman yang berjalan sekitar dua tahun belakangan.
Bertempat di Kapel Semesta Alam, Stasi Jlarem, Salatiga, Pak Hartono membuka pertemuan sore hari kamis 18 Juli tersebut. Pertemuan pun semakin ramai ketika para warga saling berbagi kisah pengalaman seputar program wirabeasiswa. Pak Herry selaku koordinator Pengembangan Sosial Ekonomi Rayon Bagusto Semarang, juga memaparkan bahwa program wirabeasiswa dengan menggulirkan kambing telah menjadi stimulus kepada anak-anak agar mulai dapat belajar mandiri sejak dini.
Wira yang dimaksudkan adalah bentuk karakter yang berusaha secara mandiri. Sementara, beasiswa berupa kambing yang diberikan dapat dipelihara supaya berkembang-biak. Tentu, bagaimanapun, dalam prosesnya bisa terjadi kegagalan maupun keberhasilan. Keberhasilan yang diraih sebaiknya mampu dikembangkan lebih baik di kemudian hari, sementara yang mengalami kegagalan dapat menjadi bentuk pembelajaran sekaligus perjuangan agar tidak boleh menyerah dalam suatu usaha tertentu.
Anak-anak dibawah naungan para orang tua sudah semestinya mendapat bekal sejak kecil, contohnya mengajarkan kemandirian lewat menabung. Hal tersebut dilakukan agar anak-anak sudah dapat memikirkan hari yang akan datang. Hemat sejak dini bukan semata karena tidak memiliki materi, melainkan upaya persiapan untuk menghadapi hari depan, baik itu kebutuhan sekolah seperti membeli buku, sepeda, dan lain-lain, hingga bekal untuk dapat melanjutkan kuliah.
Sebuah kisah yang disampaikan oleh salah satu orang tua penerima wirabeasiswa, Pak Nardi misalnya. Beliau menyampaikan bahwa meskipun selama dua tahun kambing belum berkembang-biak atau manak, namun kotoran ternak dapat dimanfaatkan menjadi pupuk dan dijual. Dalam beberapa bulan terakhir ini pun pupuk kandang tersebut juga selalu dipesan dari salah satu sekolah di Salatiga untuk memenuhi kebutuhan pupuk tanaman di area sekolah.
Pengalaman lain juga dibagikan oleh orang tua penerima wirabeasiswa. “Tahun lalu kambing yang anak saya terima masih kecil, lalu memeliharanya dengan baik sehingga kambing itu pun beranak. Pada lebaran kemarin beranak lagi. Jadi saat ini kami memiliki tiga kambing termasuk induknya” ujar Pak Parmin dari salah satu orang tua penerima wirabeasiswa.
Dari berbagai refleksi yang diungkapkan oleh para orang tua penerima wirabeasiswa, secara sederhana terdapat benang merah yang dapat menjadi pembelajaran bersama. Pertama, kambing yang diberikan adalah menjadi media belajar untuk dapat mengubah pola perilaku orang tua dan anak sehingga terbangun komunikasi yang baik.
Kedua, pemberian bantuan ternyata tidak harus selalu material, tapi sesuatu yang dapat membuat perubahan secara berkelanjutan dan bermanfaat untuk generasi mendatang. Ketiga, memelihara ternak seperti kambing atau hewan ternak lainnya ternyata tidak hanya cukup diberi makan tapi harus diopeni sungguh-sungguh karena hewan juga mahluk hidup.
Berdasarkan refleksi tersebut, LPUBTN semakin berkomitmen untuk selalu mendampingi warga di Desa Jlarem dan memulai program-program pendampingan dalam bentuk lain, semisal pemanfaatan kotoran ternak sebagai pupuk secara tepat, penataan tegalan atau pembuatan demplot, maupun pemilihan jenis tanaman yang sesuai dengan kondisi alam sekitar.
Selama hampir tiga jam, pertemuan di sudut Desa Jlarem ditutup oleh Pak Herry dengan harapan apa yang sudah dilakukan dapat selalu berkembang lebih baik dalam iman maupun pengembangan sosial ekonomi masyarakat. Pak Herry mengajak agar siapapun sudah semestinya selalu mensyukuri apapun, diuri-uri ben tambah apik. Dan menyoal menabung dari hasil wirabeasiswa, sudah semestinya menabung itu bukan menunggu hasil lebih, tetapi memang perlu kesadaran untuk memilih agar selalu menabung sehingga dapat mempersiapkan hari yang akan datang lebih baik. (ƒdr)