-Diskusi JDI V
SEMARANG – LRC-KJHAM (Legal Resources Center untuk Keadilan Jender dan Hak Asasi Manusia) Semarang berkerja sama dengan LPUBTN menggelar diskusi John Dikjstra Institute (JDI) jilid V bertajuk “MENCARI MATAHARI”: Diskusi Publik Buruh Migran dari Perspektif HAM. Diskusi yang digelar pada Sabtu (25/5) di Kantor LPUBTN Jalan Taman Srigunting nomor 10 ini konsisten mengambil pembahasan terkait buruh, mengingat masih adanya keterkaitan penyelenggaraan Hari Buruh Sedunia yang jatuh pada 1 Mei lalu.
Pada diskusi kali ini buruh migran menjadi topik utama, setelah melalui musyawarah yang panjang mengenai pengalaman pendampingan dan pemberdayaan masyarakat pertanian di seputar wilayah Grobogan dan Demak. Masyarakat binaan baik di LPUBTN dan LRCKJHAM sama-sama memiliki problem sosial terkait ketertarikan masyarakat menjadi buruh migran ilegal. Problem sosial ini coba untuk dipecahkan dengan menggelar diskusi, dengan mengundang berbagai LSM perempuan dan anak-anak, BEM se-Kota Semarang, dan beberapa komunitas yang fokus pada isu-isu perempuan.
Untuk lebih menajamkan isu yang dibahas, panitia menggelar pemutaran film berjudul “Mencari Matahari”. Film ini disutradari Tries Supardi. Film ini berkisah tentang suka duka para ibu-ibu rumah tangga di daerah Grobogan Jawa Tengah yang pernah menjadi buruh migran ilegal di beberapa negara, khususnya di Timur Tengah. Sebagian besar ibu-ibu tersebut mengaku belum mendapat jaminan hidup yang layak, apalagi gaji yang besar sesuai dengan cita-cita mereka.
Menurut Umi Hanik, yang merupakan divisi Advokasi Kebijakan LRC-KJHAM dan terlibat pula dalam film pendek berdurasi 21 menit tersebut, menegaskan bahwa ketidakadilan terhadap buruh migran masih terjadi. “Durasi memang tampak pendek, namun bila diperpanjang narasi para ibu yang tampil dalam film hampir sama, sangat memilukan dan tragis. Siksaan fisik dan non fisik menjadi makanan sehari-hari karena banyak yang tidak memiliki bekal keterampilan yang memadahi,” ujar Hanik yang juga melakukan pendampingan pada para buruh migran tersebut dan menjadi pembicara dalam diskusi ini.
Sementara itu berdasar tinjauan hukum dan HAM, kehadiran para buruh migran ilegal ini tidak terlepas dari abainya negara menjamin kehidupan warga negaranya. Hal ini disampaikan pembicara diskusi Arikha Saputra selaku dosen Fakultas Hukum Unisbank Semarang. Alumnus FH Unika Soegijapranata dan Magister Hukum Undip ini, mengungkapkan bahwa negara harus bertanggungjawab terhadap nasib para buruh migran ini. “Kepedulian terhadap nasib buruh migran di Indonesia harus ditingkatkan, sehingga perlu edukasi dan pendampingan penuh untuk mereka agar bila legal berangkat mereka sudah siap. Sebaliknya juga menyadarkan mereka agar tidak ikut-ikutan untuk memperoleh kekayaan secara instan melalui jalur ilegal,” tegas Arikha.
Caecilia Isti Sumiwi selaku Koordinator LPUBTN Semarang sangat mengapresiasi kepedulian LSM dan akademisi terkait nasib buruh, sebab kehadiran buruh migran ilegal yang kembali ke kampung halaman maupun yang meninggalkan kampung halaman sangat berpengaruh besar terhadap kehidupan warga di pedesaan. “Mereka membuat kampung halamannya tidak pernah maju, pertanian terbengkalai, sawah tidak ada yang menggarap, anak-anak muda banyak yang berorientasi mendapatkan uang yang banyak dengan cara cepat. Hal-hal ini yang patut kita dampingi dan sadarkan betapa langkah hidup mereka keliru,” papar Isti.
LPUBTN yang peduli terhadap pemberdayaan kaum tani, berharap problem sosial buruh migran dapat segera tertangani, dan produktifitas pertanian kembali normal. Anak-anak memilih orientasi hidupnya sebagai petani dan bekerja membangun kampung halamannya. (Army).