John Dijkstra Institute melaksanakan serangkaian kegiatan pendidikan dan pelatihan pada kuartal pertama tahun ini. Kegiatan tersebut berupaya untuk menfasilitasi para buruh guna mempelajari dan memahami teknik dasar dalam berkomunikasi maupun menyampaikan gagasan dan pendapat secara terbuka. Kegiatan ini berangkat dari kebutuhan para buruh dan serikat buruh untuk melakukan peningkatan kapasitas pribadi maupun kelompok dalam hal kemampuan berbicara di publik.
Peserta yang hadir pada pendidikan dan pelatihan ini sedikitnya adalah 30 peserta yang terdiri dari para buruh dan perwakilan pengurus serikat buruh di Semarang dan wilayah Jawa Tengah. Pendidikan dan pelatihan bagi para buruh menjadi penting untuk dapat meningkatkan kemampuan dan kapasitas pribadi maupun organisasi.
Pendidikan dan pelatihan tersebut sekaligus menjadi perhatian khusus untuk menumbuh-kembangkan kekritisan berpikir sehingga para peserta diharapkan mampu menyampaikannya secara lisan dengan baik, terarah, dan sistematis. Kegiatan ini berlangsung secara bertahap dan diadakan sebanyak dua kali pertemuan pada bulan April tahun 2018.
Pertama, yakni pada hari minggu tanggal 08 April 2018 dengan fokus pembahasan teori dan teknik dasar komunikasi lisan yang dipaparkan oleh seorang pengajar dari Fakultas Hukum dan Komunikasi Unika Soegijapranata, Bapak Herman Pancasiwi BA., M.Si. Tujuannya adalah supaya para buruh dan serikat buruh mendapatkan pemahaman dasar, mulai dari teori dan konteks historis komunikasi lisan hingga substansi penting ketika berbicara dalam menyampaikan gagasan, pendapat maupun argumentasi.
Pada pertemuan kedua, dua minggu setelahnya, tepatnya pada tanggal 29 April 2018, materi pelatihan lebih mengulik praktik komunikasi lisan ataupun tips dan trik dalam berbicara serta menyampaikan pendapat. Materi ini disampaikan oleh Ibu Rotumiar S.S., M.Ikom., seorang akademisi muda di Fakultas Hukum dan Komunikasi Unika Soegijapranata. Praktik ini lebih berfokus pada latihan oleh tiap-tiap peserta sehingga dapat saling mengkoreksi satu sama lain ketika mencoba menyampaikan pendapat secara lisan. Setelah praktik tersebut, para peserta memahami dengan semakin jelas bahwa komunikasi bukanlah suatu kemampuan atau keahlian yang dapat diperoleh dengan mudah alias instan, melainkan sangat dibutuhkan upaya latihan secara terus menerus agar semakin terasah dan terbiasa.
Di akhir kegiatan, para narasumber pun menggarisbawahi bahwa sekiranya terdapat beberapa hal penting atau langkah untuk dapat memahami dan menguasai kemampuan dalam berkomunikasi. Pertama, berkomunikasi dapat dimulai poin per poin hal yang ingin disampaikan sehingga tidak perlu menyampaikan keseluruhan, dengan kata lain tidak bertele-tele. Kedua, penting untuk mengenali dengan baik siapa pendengarnya (audience) atau lawan bicara agar maksud pembicaraan mudah dipahami dan pesan tersampaikan. Ketiga, cara untuk mengatasi rasa malu ketika berkomunikasi adalah dengan terus berlatih tanpa henti, secara teknis dapat berbicara di depan cermin atau dengan kawan sejawat
John Dijkstra Institute mengharapkan agar kegiatan ini dapat memberikan stimulus bagi para buruh agar dapat semakin aktif dan dinamis dalam menjalankan roda organisasi buruh, di antaranya mulai dari bagaimana mengemukakan ide saat rapat, mengajukan pertanyaan, terlibat dalam berdiskusi, berdebat, hingga mampu menyampaikan aspirasi ke perusahaan, pemerintah maupun publik luas. (ƒdr)