Pendidikan Kader Penggerak

Pasca berjumpa di acara Sarasehan Pendamping di Ganjuran, LPUBTN mengadakan pendidikan bagi para kader penggerak pada hari minggu, 23 September 2018 di Rumah Srigunting 10, Semarang. Tercatat sebanyak 40 para penggerak dari empat kevikepan di lingkup Keuskupan Agung Semarang hadir untuk belajar bersama dalam meningkatkan kapasitas sebagai seorang kader sembari berbagi keragaman dinamika di masyarakat dampingan.

Romo Sugiarta, SJ., selaku Ketua LPUBTN KAS meneguhkan kembali bahwa pentingnya peningkatan kapasitas dan perjumpaan antar kader agar dapat saling memperbarui diri dan bertukar pengalaman. Hal tersebut dikarenakan menjadi satu kesatuan proses yang tidak dapat dipisahkan, dan semua saling bantu membantu di badan LPUBTN berdasarkan kasih. Apabila tidak ada kasih, maka akan seperti canang yang berdering nyaring, hanya bicara tanpa tindakan.

“LPUBTN adalah bagian dari tubuh Gereja, dikehendaki oleh Gereja sebagai Arah Dasar Keuskupan Agung Semarang untuk menggunakan apa yang sudah dimiliki. Acara pendidikan ini hanya cara untuk menyampaikan pada Tuhan, menjadi satu tubuh dan menghayati diri serta menjadi kasih. Kasih akan muncul apabila dekat Tuhan, inilah yang disebut Iman, beda dengan agama”, papar Romo Giarta, panggilan akrab beliau.

Selanjutnya, Romo Andreas Tri Adi, MSF., selaku Sekretaris Keuskupan Agung Semarang, mewakili Bapa Uskup Agung Semarang, dalam sambutannya mengatakan bahwa semoga pendidikan ini dapat menjadi wadah pembelajaran bersama bagi kita semua dan kesempatan yang baik untuk berbagi ilmu dan pengetahuan sehingga saling meneguhkan dalam semangat/spiritualitas dan memperkuat serta memperluas jaringan untuk mewujudkan tata dunia yang lebih nyaman dan sejahtera untuk semua.

Melalui kegiatan ini diharapkan juga dapat menumbuhkan kesadaran akan tanggung jawab kita masing-masing sebagai penggerak sosial yang merupakan perwujudan iman yang nyata. Selain itu, “kegiatan ini perlu menghasilkan Rencana Tindak Lanjut (RTL) yang konkret, inovatif dan transformatif, pada khususnya pemberdayaan, pendidikan dasar, pelatihan, dan pendampingan semacam ini sangat penting bagi gerak bersama Gereja KAS demi mewujudkan kesejahteraan, kaderisasi serta dialog dengan budaya dan agama lain”, ungkap Romo yang pernah bertugas di Palangkaraya beberapa tahun lalu.

Hal tersebut semakin diperdalam oleh Romo Yohanes Krismanto, Pr., saat menyampaikan pemaparan mengenai Spiritualitas Pengembangan Sosial Ekonomi. “Apakah petani identik dengan miskin? Jawabannya adalah tidak”, tegas beliau. Romo yang memiliki hobi meracik kopi ini pun menyampaikan bahwa kadangkala kita sering berpikir sempit. Ketika harga kopi sedang rendah, padahal jika kopi difermentasi 40 hari tentu nilainya akan dapat bertambah lebih tinggi. Tentu untuk mempermudah proses kerja tersebut, perlu kesabaran dan melibatkan banyak pihak, orang muda maupun karang taruna misalnya. Alhasil, hal tersebut dapat menciptakan kesempatan bukan malah menunggu kesempatan.

Masih senada, Romo Krispurwono, SJ., juga mengingatkan bahwa kader penggerak sosial sudah semestinya terus belajar, sering bertanya, jika mampu jangan ikut arus tetapi membuat arus. Melalui materi Membangun Gerakan, beliau memaparkan bahwa pentingnya membangun gerak dari pinggiran, dan mengambil peran sosial dalam dunia kehidupan berdasarkan prinsip solidaritas, subsidiaritas, dan kepentingan umum. Apalagi di masa seperti saat ini, penggerak sosial sudah semestinya memiliki daya tahan uji, kreatif atau  endus, dalam bahasa jawa.

Begitu pula penyampaian Sr. Bertha OSF, Ketua STPKat Semarang, dalam materi Realitas Berpastoral dan Perkembangannya Kini, mengajak para penggerak untuk berdiskusi lebih mendalam tentang apa aktifitas dan peristiwa di dalam kehidupan masyarakat. Realita kehidupan berpastoral singkatnya adalah memaknai kerja, baik itu mengaktualisasikan diri, penyelamatan dunia, maupun menjadi semakin manusia. Di samping itu, pada kerja pendampingan, bagaimanapun, penggerak adalah orang biasa yang membutuhkan kawan dan kesetiakawanan saat terlibat di dalam kehidupan masyarakat.

Menjelang akhir acara, Bapak Leo Eddy Wiwoho, Koordinator LPUBTN untuk Wilayah Semarang, mengajak para penggerak untuk merancang perencanaan kegiatan untuk satu tahun yang memungkinkan dilakukan sesuai dengan kebutuhan. Dikarenakan, gagasan yang besar belum tentu dapat direalisasikan, atau dengan kata lain, gagasan yang cenderung dihasilkan dari atas kadangkala tidak melulu menghasilkan yang baik apalagi berkelanjutan di dalam masyarakat. Oleh karena itu, sebagai penggerak sosial perlu mematangkan konsep dan kerangka kerja bersama-sama dengan masyarakat. Hal tersebut yang dilakukan kita bersama di LPUBTN dengan turut melibatkan atau mengikutsertakan masyarakat dalam suatu perencanaan program. (ƒdr)

 

Leave a Reply

Your email address will not be published.