Buruh Sinau Jurnalistik & Fotografi

“Mengapa Jurnalisme?” Menjadi pertanyaan pembuka saat mengawali pendidikan bagi para buruh pada hari minggu 14 Oktober 2018 di LPUBTN. Pertanyaan itu diajukan oleh Andreas Ryan Sanjaya S.Ikom. MA., seorang pengajar di Fakultas Hukum dan Komunikasi Unika Soegijapranata, kepada belasan buruh yang hadir pada pendidikan buruh bertema Jurnalisme dan Fotografi.

Pada dasarnya, “Jurnalisme itu bercerita, dan setiap orang pasti punya cerita” ungkap pengajar muda yang berasal dari Yogyakarta itu. Jurnalisme dalam konteks buruh merupakan hal penting baik ketika ada tuntutan maupun berupa suatu pernyataan organisasi yang perlu dituliskan untuk disampaikan ke khalayak publik. Jurnalistik, tanpa terkecuali, juga dapat berbentuk opini maupun cerita yang dialami oleh para buruh seperti yang termuat dalam buruh.co untuk dijadikan rujukan bersama.

Persoalan tulis-menulis atau jurnalistik adalah keterampilan yang memang tidak mungkin selesai dalam waktu singkat sehingga perlu diasah dan dilatih terus menerus. Ketika buruh melakukan kerja jurnalistik kiranya dapat menjadi pilihan lain dari demonstrasi. Sebagaimana perkembangan media daring (online) saat ini yang berkembang teramat pesat, maka dapat dipastikan bahwa hampir semua orang mendapat informasi atau berita melalui media daring. Meski, tidak sedikit pula informasi atau berita yang berisi kebohongan atau yang lebih terkenal dengan sebutan Hoax.

Dalam menanggapi hal tersebut, sudah semestinya buruh mengetahui bahkan mampu mencermati bagaimana proses jurnalisttik diproduksi atau dihasilkan. Hal tersebut dikarenakan, pada prinsipnya sama seperti memproduksi suatu barang, berita pun dibuat, dikemas lalu disajikan. Pada umumnya jurnalistik atau berita memiliki enam unsur, antara lain, apa, siapa, di mana, kapan, di mana, dan bagaimana. Maka dari itu, ketika siapapun membaca berita atau memperoleh informasi setidaknya keenam unsur tersebut perlu diperhatikan terlebih dahulu agar tidak tergiur pada judul berita yang boombastis semata apalagi yang mengandung propaganda.

Setelah pembahasan mengenai jurnalisme, siang menjelang sore hari, pendidikan dilanjutkan dengan pembahasan fotografi. Bapak Simon Dodit, pengajar di FHK Unika Soegijapranata, memaparkan bahwa berita atau informasi saat ini juga dapat termuat dalam foto. Foto terkini atau aktual yang sering terdapat di media sosial facebook, instagram, dan whatsapp, misalnya. Foto aktual yang dimaksudkan adalah peristiwa atau kejadian sedang berlangsung pada saat foto tersebut dibagikan melalui media daring.

Pada dasarnya foto dapat menyampaikan berita atau informasi kepada siapapun. Foto mampu berbicara ketika foto membawa pesan atau menggambarkan suatu peristiwa penting terutama ketika menjadi perhatian banyak orang. Bahkan, foto yang mengabadikan peristiwa atau momen langka akan menjadi suatu karya yang berharga, apalagi ketika mengandung unsur estetik sehingga dapat menjadi suatu karya seni, tegas Pak Dodit yang juga bekerja sebagai Redaktur Foto di surat kabar Suara Merdeka.

Secara teknis, terdapat beragam cara pengambilan foto yang dapat dilakukan semisal dengan memperhatikan sudut tertentu maupun trik dalam memaksimalkan penggunaan perangkat kamera yang terdapat di telepon genggam (handphone). Keterbatasan perangkat atau kualitas kamera adalah bukan halangan atau alasan dalam belajar fotografi, karena semua berawal dari tidak bisa menjadi bisa, dari tidak tau menjadi mau tau. Maka dari itu, pendidikan jurnalisme dan fotografi ini akan dilanjutkan untuk belajar bersama dalam membuat tulisan sekaligus mengambil foto pada bulan mendatang. (ƒdr)

 

Leave a Reply

Your email address will not be published.