-Perhutani Jateng Ajak MDH dan WALHI Bersinergi
SEMARANG – Diskusi John Dijkstra Institute (JDI) keenam bertajuk “Hutan Lestari, Rakyat Makmur Penuh Rezeki”: Tinjauan Raperda Perlindungan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa Hutan (MDH) di Jawa Tengah 2019 sukses digelar dan melahirkan satu kesepakatan bersama. Kesepakatan tersebut adalah komitmen bersama antara Lembaga Pendamping Usaha Buruh Tani Nelayan Keuskupan Agung Semarang (LPUBTN KAS) dengan Perhutani Divisi Regional (Divre) Jateng, Masyarakat Hutan Desa di wilayah KAS, dan Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Indonesia untuk bersama mengawal penetapan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Perlindungan dan Pemberdayaan Masyarakat Hutan Desa (PPMDH) di Jawa Tengah tahun 2019. Diskusi yang digelar pada Sabtu, 15 Juni 2019 di Kantor LPUBTN KAS Jl. Taman Srigunting nomor 10 Kota Lama tersebut dihadiri tidak kurang 50 peserta dari beragam komunitas, BEM se-Kota Semarang, dan pendamping MDH.
Dalam diskusi ini ada tiga narasumber yang kompeten, yaitu dari pihak Perhutani Divre Jateng diwakili oleh dua orang narasumber yang bergantian menyampaikan materi dan tanggapan atas pertanyaan peserta, yaitu Sudaryana selaku Kepala Departemen Pengelolaan dan Perlindungan Sumber Daya Hutan Perum Perhutani Divre Jateng, dan Achmad Taufik selaku Ketua KPH Pemalang dan penggagas Rimbawan Muda Indonesia (RMI). Sementara dari pihak WALHI Eksekutif Nasional (Eknas) ada Achmad Rozani selaku Manager Tata Ruang dan Sistem Informasi Geografis (SIG) Departemen Advokasi, serta narasumber ketiga dari penggerak LPUBTN yang pernah bertugas sebagai rimbawan dan pendamping MDH di beberapa wilayah Perum Perhutani, yakni Ronald Guido Suitela.
Ketiga narasumber secara keseluruhan menyampaikan materi yang saling melengkapi. Bagi pihak Perhutani Jateng diskusi ini menjadi ajang silaturahmi sekaligus sosialisasi Raperda yang efektif. “Kami senang ada forum demikian untuk memberi pemahaman bersama, bahwa Raperda PPMDH ini baik adanya dan menjadi salah satu jalan tengah pemecahan masalah perhutanan di Jateng saat ini,” ungkap Achmad Taufik. Senada dengan harapan tersebut, Achmad Rozani yang akrab dipanggil Ucok juga mencoba menambah daya kritis para pemangku kepentingan terhadap Raperda ini, agar jangan sampai keuntungan dari hasil hutan dinikmati segelintir elit saja. “Kita harus tetap kritis memandang Raperda pengelolaan hutan di wilayah manapun, agar tujuan baiknya tidak melenceng, serta tentu saja pelibatan para pendamping di lapangan dari beragam komunitas penting untuk menjaga kelestarian sumber daya hutan yang terkandung di dalamnya,” tegas Ucok.
Di sisi yang lain penggerak LPUBTN Ronald juga menginginkan bahwa peraturan sekecil apapun yang dibuat, jangan sampai menghalangi MDH dalam berkarya. “Peraturan dibuat bukan untuk mematikan, tetapi menghidupkan semuanya. Jadi adanya Raperda PPMDH akan membantu aktivitas sosial ekonomi warga yang menghidupi wilayah tersebut, bukan malah orang asing yang bebas mengelola tanah dan area tempat hidup mereka,” kata Ronald.
Untuk mendukung pelaksanaan kegiatan ini lebih terarah, maka LPUBTN, MDH, dan Perhutani akan terus menjalin sinergitas dan koordinasi, agar Raperda bisa segera mendapat tambahan materi yang memberi solusi bersama, sekaligus mendorong pelaksanaan yang konsekuen sesuai amanat konstitusi. “Maka pelibatan siapa pun yang berkepentingan di sini harus benar-benar mengakomodasi kebutuhan MDH, pemerintah daerah, Perhutani, sehingga tidak kembali terjadi konflik dalam tubuh masyarakat terhadap pemanfaatan sumber daya hutan,” tutur Isti Sumiwis selaku Koordinator LPUBTN KAS yang telah bertahun-tahun pula mendampingi warga Penadaran Kabupaten Grobogan yang terkena dampak konflik peraturan kehutanan. (Army)