Semangat John Dijkstra Masih Ada

SEMARANG – John Dijkstra Institute (JDI) bersama pengurus Lembaga Pemberdayaan Usaha Buruh Tani Nelayan (LPUBTN) menggelar diskusi dengan pengenalan kembali JDI pada Sabtu (19/1). Bertempat di Kantor LPUBTN Jalan Srigunting nomor 10 Kota Lama Semarang, diskusi yang dihadiri 40 peserta dari berbagai komunitas, lembaga sosial, dan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) se-Kota Semarang ini, bertajuk menyalakan kembali semangat Pater John Dijkstra SJ.

Menurut Pelaksana Harian LPUBTN KAS, Caecilia Isti Sumiwi, diskusi edisi perdana pada awal 2019 ini selain untuk menularkan semangat pemberdayaan masyarakat yang bersumber dari Pater Dijkstra, juga menjadi sarana silaturahmi antarkomunitas, yayasan sosial, dan BEM se-Kota Semarang. “Kita berharap diskusi kali ini dan diskusi lainnya pada tiap bulannya, mampu mengajak generasi muda terlibat aktif dalam pemberdayaan masyarakat secara berkelanjutan. Seperti Pater John Dijkstra yang dengan gayanya yang khas, sanggup menginspirasi generasi muda pada zamannya untuk mengambil peran pemberdayaaan masyarakat,” kata Isti pada pembukaan diskusi.

Selain Isti yang ikut membuka diskusi sekaligus memaparkan materi, ada pula dua pemateri yang mengisi diskusi yang digelar, di tengah hujan lebat yang mengguyur Kawasan Kota Lama Semarang ini. Mereka adalah Fredrik Lamser dan Petrus Puji Sarwono selaku pengurus LPUBTN KAS. “John Dijkstra Institute berfilosofi sebagai ruang belajar bersama, memang ini sebagai kata kunci dari Mgr. Soegija dan Pater John Dijkstra. John Dijsktra Institute dapat menjadi pendidikan alternatif, bahwa belajar itu harus bebas-merdeka. Maka dari itu, diharapkan bahwa kita bisa terus bertemu secara intens untuk belajar bersama sehingga ada dialektika yang terbangun, tesis, antitesis, sintesis dalam menjawab persoalan masyarakat dan zaman” papar Lamser.

Sementara itu, Puji Sarwono, yang juga menjabat sebagai Pembina Komunitas Kemijen, mengungkapkan bahwa “Pemberdayaan masyarakat sekarang sering disalahartikan dengan hanya sekadar memberi materi ke masyarakat saja. Bukan, saya tegaskan bahwa pemberdayaan adalah keikutsertaan secara mendalam, intensif, dan inklusif dalam perjalanan kehidupan masyarakat yang diberdayakan”.

Senada dengan Puji, salah satu peserta dari BEM Unissula Semarang, Etika Sukma juga mendukung kegiatan pemberdayaan masyarakat dengan model pendampingan yang partisipatif. “Kami berangkat dari problematika riil yang muncul dalam masyarakat. Mereka mempunyai masalah sosial dan kami mencoba mencarikan solusinya. Untuk periode ini kami dari BEM Unnissula fokus pada pembangunan bank sampah,” ungkapnya.

Sementara itu, bagi Wakil Presiden BEM Undip Rigan Sasunu, pemberdayaan ini menjadi jalan bagi masyarakat untuk sama-sama mencapai kesejahteraan hidup. “Saya melihat bahwa sudah saatnya para cendikiawan, masyarakat, atau apapun namanya dari kalangan sipil tampil. Mereka tidak boleh hanya berdiri di menara gading dan berteori saja. Tetapi masuk ke masyarakat dan ikut memberi jalan keluar terhadap kesulitan ini,” tegasnya sebelum mengakhiri diskusi.

Dalam diskusi perdana ini, JDI sukses mengundang berbagai komunitas, antara lain OMK Mater Dei, Kokerma Semarang, PMKRI Semarang, PRMKP Undip, UK3 Unnes, Komunitas Jangkrik Mesem, FKPK Semarang, dan Komunitas Kemijen. Sedangkan dari lembaga-lembaga sosial ada LBH Apik, Anantaka, dan Hysteria yang saling memperkenalkan diri dan memaparkan kinerja mereka selama ini. Tidak ketinggalan kehadiran BEM Undip, Unnes, Unwahas, Unisbank, Unissula, dan Unika Soegijapranata. (Army)

 

Leave a Reply

Your email address will not be published.